Study Literatur : Efektoksikologi logam berat Pb/Cd/Cu atau Hg terhadap organisme perairan ® IKAN

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.
Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya merkuri (Hg) dimasukkan dalam golongan logam. Sedangkan berdasarkan densitasnya, dimasukkan ke dalam golongan logam berat. Merkuri memiliki sifat-sifat :
  1. Kelarutan rendah;
  2. Sifat kimia yang stabil terutama di lingkungan sedimen;
  3. Mempunyai sifat yang mengikat protein, sehingga mudah terjadi biokonsentrasi pada tubuh organisme air melalui rantai makanan;
  4. Menguap dan mudah mengemisi atau melepaskan uap merkuri beracun walaupun pada suhu ruang;
  5. Logam merkuri merupakan satu-satunya unsur logam berbentuk cair pada suhu ruang 25oC;
  6. Pada fase padat berwarna abu-abu dan pada fase cair berwarna putih perak;
  7. Uap merkuri di atmosfir dapat bertahan selama 3 (tiga) bulan sampai 3 (tiga) tahun sedangkan bentuk yang melarut dalam air hanya bertahan beberapa minggu.
Merkuri terdapat sebagai komponen renik dari minyak mineral, dengan bantuan kontinental yang rata-rata mengandung sekitar 80 ppb atau lebih kecil lagi. senyawa-senyawa alkil merkuri lebih tahan urai daripada senyawa alkil atau merkuri anorganik, oleh karena itu senyawa alkil merkuri lebih berbahaya sebagai bahan pencemar. Merkuri masuk ke lingkungan perairan berasal dari berbagai sumber yang timbul dari penggunaan unsur itu oleh manusia seperti buangan laboratorium kimia, batu baterai bekas, pecahan termometer, fungisida kebun, tambal gigi amalgam dan buangan farmasi.
Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktifitas mikro-organisme menjadi komponen metil-merkuri (Me-Hg) yang memiliki sifat racun (toksik) dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan (food chain) dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekresi, yaitu karena metil-merkuri memiliki paruh waktu sampai beberapa ratus hari di tubuh hewan air, sehingga zat ini menjadi terakumulasi dan konsentrasinya beribu kali lipat lebih besar dibanding air disekitarnya.
Bioakumulasi adalah peningkatan konsentrasi suatu zat sepanjang rantai makanan. Berikut ini adalah gambaran bagaimana perjalanan metil-merkuri dari air hingga masuk ke dalam tubuh manusia dan binatang :
  1. Metil-merkuri di dalam air dan sedimen dimakan oleh bakteri, binatang kecil dan tumbuhan kecil yang dikenal sebagai plankton;
  2. Ikan kecil dan sedang kemudian memakan bakteri dan plankton tersebut dalam jumlah yang sangat besar sepanjang waktu;
  3. Ikan besar kemudian memakan ikan kecil tersebut, dan terjadilah akumulasi metil-merkuri di dalam jaringan. Ikan yang lebih tua dan besar mempunyai potensi yang lebih besar untuk terjadinya akumulasi kadar merkuri yang tinggi di dalam tubuhnya;
  4. Ikan tersebut kemudian ditangkap dan dimakan oleh manusia dan binatang, menyebabkan metil-merkuri berakumulasi di dalam jaringannya.
Ikan dapat mengabsorbsi metil-merkuri melalui makanannya dan langsung dari air dengan melewati insang. Oleh karena merkuri terikat dengan protein di seluruh jaringan ikan, termasuk otot, maka tidak ada metoda pemasakan atau pencucian ikan untuk mengurangi kadar merkuri di dalamnya.
Pengaruh langsung pollutan terhadap ikan biasa dinyatakan sebagai lethal (akut), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu kurang dari 96 jam atau sublethal (kronis), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu lebih dari 96 jam (empat hari). Sifat toksis yang lethal dan sublethal dapat menimbulkan efek genetik maupun teratogenik terhadap biota yang bersangkutan. Pengaruh lethal disebabkan gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak bergerak atau bernapas akibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk perkembang-biakan, pertumbuhan dan sebagainya. Seperti peristiwa yang terjadi di Jepang, dimana penduduk disekitar teluk Minamata keracunan metil-merkuri akibat hasil buangan dari suatu pabrik. Metil-merkuri yang terdapat dalam ikan termakan oleh penduduk disekitar teluk tersebut. Ikan-ikan yang mati disekitar teluk Minamata mempunyai kadar metil merkuri sebesar 9 sampai 24 ppm.
Faktor-faktor yang berpengaruh di dalam proses pembentukan metil-merkuri adalah merupakan faktor-faktor lingkungan yang menentukan tingkat keracunannya. Merkuri yang diakumulasi dalam tubuh hewan air akan merusak atau menstimuli sistem enzimatik, yang berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yang tercemar tersebut. Pada ikan, organ yang paling banyak mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata.
Toksisitas logam-logam berat yang melukai insang dan struktur jaringan luar lainnya, dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernapasan yakni sirkulasi dan eksresi dari insang. Unsur-unsur logam berat yang mempunyai pengaruh terhadap insang adalah timah, seng, besi, tembaga, kadmium dan merkuri.
Merkuri dengan konsentrasi tinggi kadang kala di dapatkan di perairan dan jaringan ikan yang berasal dari pembentukan ion monoetil merkuri yang larut, CH3Hg+ dan (CH3)2 Hg, oleh bakteri anaerobik di dalam sedimen, merkuri dari senyawa-senyawa ini menjadi pekat di dalam lemak jaringan ikan (penguat biologis) dapat mencapai 103.
Sebagai hasil dari kuatnya interaksi antara merkuri dan komponen tanah lainnya, penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke bentuk lainnya selain gas biasanya sangat lambat. Proses methylisasi merkuri biasanya terjadi di alam di bawah kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya, karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai makanan. Karena berbahaya, penggunaan fungisida alkylmerkuri dalam pembenihan tidak diizinkan di banyak negara



Logam Berat

Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, vulkanisme dan sebagainya (Clark, 1986). Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain, sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang berbentuk cair, misalnya merkuri (Hg). Dalam badan perairan, logam pada umumnya berada dalam bentuk ion-ion, baik sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk ion-ion tunggal. Sedangkan pada lapisan atmosfir, logam ditemukan dalam bentuk partikulat, dimana unsurunsur logam tersebut ikut berterbangan dengan debu-debu yang ada di atmosfir (Palar, 2004). Menurut Palar (2004) melihat bentuk dan kemampuannya setiap logam haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a) Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor).
b) Memiliki kemampuan sebagai penghantar panas yang baik.
c) Memiliki rapatan yang tinggi.
d) Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya.
e) Untuk logam yang padat, dapat ditempa dan dibentuk.
Berbeda dengan logam biasa, logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam berat dan metaloid yang densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3 (Hutagalung et al., 1997). Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980).
Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya:
  1. berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air),
  2. berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang,
  3. berbahaya bagi kesehatan manusia,
  4. menyebabkan kerusakan pada ekosistem.
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota (Darmono, 1995). Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh (Palar, 2004). Sebagai contoh adalah raksa (Hg), kadmium (Cd) dan timah hitam (Pb).
Unsur-unsur logam berat tersebut biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah industri merupakan salah satu sumber pencemaran logam berat yang potensial bagi perairan. Pembuangan limbah industri secara terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan perairan tetapi menyebabkan terkumpulnya logam berat dalam sedimen dan biota perairan,  Pemakaian organisme laut sebagai indikator pencemaran didasarkan pada kenyataan bahwa alam atau lingkungan yang tidak tercemar akan ditandai oleh kondisi biologi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beranekaragam. Terdapat beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan, pertama pengaruh toksisitas logam pada insang. Insang selain sebagai alat pernafasan juga digunakan sebagai alat pengaturan tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu insang merupakan organ yang penting pada ikan dan sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam.
1. Cadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair 321oC dan titik didih 765oC. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3) (Palar, 2004). Di perairan Cd akan mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut (Bryan, 1976). Menurut Clark (1986) sumber kadmium yang masuk ke perairan berasal dari:
  1. Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.
  2. Air bilasan dari elektroplating.
  3. Besi, tembaga dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.
  4. Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0, 2 % Cd sebagai bahan ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.
  5. Pupuk phosfat dan endapan sampah.
Penggunaan Cd yang paling utama adalah sebagai stabiliser (penyeimbang) dan pewarna pada plastik dan elektroplating (penyepuh/pelapisan logam). Selain itu digunakan pula pada penyolderan dan pencampuran logam serta industri baterai. Akumulasinya dalam air tanah antara lain diakibatkan oleh kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen/zat warna lainnya, tekstil dan industri kimia (Darmono, 1995). Logam kadmium atau Cd akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan  (biomagnifikasi) dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi Cd yang lebih banyak. Keracunan kadmium bisa menimbulkan rasa sakit, panas pada bagian dada, penyakit paru-paru akut dan menimbulkan kematian. Salah satu contoh kasus keracunan akibat pencemaran Cd adalah timbulnya penyakit itai-itai di Jepang (Palar, 2004).
2. Plumbum-Timah hitam (Pb)
Logam Pb secara alami tersebar luas pada batu-batuan dan lapisan kerak bumi (Clark, 1986). Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A dengan nomor atom 82 dan bobot 207,2. Penyebaran Pb di bumi sangat sedikit yaitu 0,0002 % dari seluruh lapisan bumi. Logam Pb terdapat di perairan baik secara alamiah ataupun sebagai dampak dari aktifitas manusia. Logam ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke dalam perairan (Palar, 2004).
Timbal dan persenyawaannya digunakan dalam industri baterai sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Kemampuan timbal dalam membentuk alloy dengan logam lain telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat metalurgi ini dalam penerapan yang sangat luas, contohnya digunakan untuk kabel listrik, kontruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan memiliki kemampuan tinggi untuk tidak mengalami korosi (Palar, 2004). Selain itu, Pb dapat digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar dan pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan (Darmono, 1995). Hampir 10 % dari total produksi tambang logam timbal digunakan untuk pembuatan tetra ethyl lead atau TEL yang dibutuhkan sebagai bahan penolong dalam proses produksi bahan bakar bensin karena dapat mendongkrak (boosting) nilai oktan bahan bakar sekaligus berfungsi sebagai antiknocking untuk mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya pembakaran dalam mesin. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l, dapat membunuh ikan. Sedangkan krustase setelah 245 jam akan mengalami kematian, apabila pada badan air konsentrasi Pb adalah 2,75 - 49 mg/l (Palar, 2004).

Ø  Kandungan Logam Berat Dalam Air
Air merupakan elemen penting bagi kehidupan organisme perairan. Untuk menjaga kualitas perairan yang mendukung kehidupan berbagai organisme maka diperlukan suatu pengontrolan dari berbagai aktifitas manusia yang memanfaatkan perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu kegiatan manusia yang memanfaatkan perairan adalah kegiatan industri. Sebagaimana diketahui secara umum bahwa hasil buangan akhir dari sebuah pabrik atau kegiatan industri bermuara ke perairan disekitarnya, meskipun perusahaan atau pabrik tersebut telah memiliki IPAL (instalasi pengolahan air limbah). Air buangan yang telah di olah tidak terlepas akan sisa atau residu yang mengandung bahan berbahaya bagi kehidupan perairan baik dalam kadar yang banyak atau sedikit.
Konsentrasi bahan pencemar yang masuk ke perairan bisa mempengaruhi kehidupan organisme terutama yang menjadi topik disini adalah spesies ikan. Salah satu jenis unsur kimia yang bisa menyebabkan terjadi kerusakan ekosistem perairan adalah unsur logam berat. Sebagaimana diketahui unsur logam berat yang masuk ke perairan berasal dari berbagai kegiatan indutsri selain bersumber dari alam sendiri. Untuk itu sangat diperlukan suatu kajian yang melihat seberapa besar pengaruh unsur-unsur logam berat tersebut bisa mempengaruhi ekosistemperairan terutama yang berhubungan langsung dengan kualitas airnya.

Ø  Kandungan Logam Berat Dalam Sedimen
Sedimen merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang ada di dasar. Sedimen terdiri dari bahan organik yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk kemudian tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur dan bahan anorganik yang umumnya berasal dari pelapukan batuan (Sverdrup, 1966). Kebanyakan perairan pesisir didominasi oleh substrat lunak. Substrat lumpur berasal dari sedimen yang terbawa oleh sungai ke perairan pesisir. Claphman (1973) menyatakan bahwa air sungai mengangkut partikel lumpur dalam bentuk suspensi, ketika partikel mencapai muara dan bercampur dengan air laut, partikel lumpur akan membentuk partikel yang lebih besar dan mengendap di dasar  perairan.
Sedimen estuaria adalah secara fisiologis merupakan lingkungan yang kaku untuk kebanyakan invertebrata karena range kadar garamnya ( 14±30 0/00), fluktuasi temperatur dan pasang surut. Banyak spesies yang umum digunakan dalam pengujian toksisitas di perairan laut dan tawar, tidak sesuai untuk mengukur toksisitas sedimen di estuaria karena toleransi kadar garam yang sempit atau tidak ada spesies endemik di estuaria. Struktur sedimen pada tiap stasiun pengamatan berbeda. Pada stasiun pengamatan 1 struktur sedimen tergolong pada pasir kasar dan banyak batuan. Sedangkan pada stasiun pengamatan 2 dan 3 termasuk sedimen lumpur. Karakteristik perbedaan sedimen ikut berperan pada pola penyebaran dari konsentrasi logam di dasar perairan.
Sedimen laut menurut asalnya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu lythogenous, biogenous dan hydrogenous. Lythogenous adalah sedimen yang berasal dari batuan, umumnya berupa mineral silikat yang berasal dari pelapukan batuan. Biogenous adalah sedimen yang berasal dari organisme berupa sisa-sisa tulang, gigi atau cangkang organisme, sedangkan hydrogenous merupakan sedimen yang terbentuk karena reaksi kimia yang terjadi di laut (Hutabarat dan Stewart, 1985). Karakteristik sedimen akan mempengaruhi morfologi, fungsional, tingkah laku serta nutrien hewan benthos. Hewan benthos seperti bivalva dan gastropoda beradaptasi sesuai dengan tipe substratnya. Adaptasi terhadap substrat ini akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologis organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya (Razak, 2002). Disamping tipe substrat, ukuran partikel sedimen juga berperan penting dalam menentukan jenis benthos laut (Levinton, 1982). Partikel sedimen mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai dari yang kasar sampai halus.
Sedimen terdiri dari beberapa komponen bahkan tidak sedikit sedimen yang merupakan pencampuran dari komponen-komponen tersebut. Adapun komponen itu bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman dan geologi dasar (Forstner dan Wittman, 1983). Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen meningkat.
Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984). Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991) Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, oleh karena itu kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991). Konsentrasi logam berat pada sedimen tergantung pada beberapa faktor yang berinteraksi. Faktor-faktor tersebut adalah :
  1. Sumber dari mineral sedimen antara sumber alami atau hasil aktifitas manusia.Melalui partikel pada lapisan permukaan atau lapisan dasar sedimen.
  2. Melalui partikel yang terbawa sampai ke lapisan dasar.
  3. Melalui penyerapan dari logam berat terlarut dari air yang bersentuhan.
Beberapa material yang terkonsentrasi di udara dan permukaan air mengalami oksidasi, radiasi ultraviolet, evaporasi dan polymerisasi. Jika tidak mengalami proses pelarutan, material ini akan saling berikatan dan bertambah berat sehingga tenggelam dan menyatu dalam sedimen. Logam berat yang diadsorpsi oleh partikel tersuspensi akan menuju dasar perairan, menyebabkan kandungan logam di air menjadi lebih rendah. Hal ini tidak menguntungkan bagi organisme yang hidup di dasar seperti oyster dan kepiting sebagai filter feeder, partikel sedimen ini akan masuk ke dalam sistem pencernaannya (Williams, 1979).
Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976). Dalam lingkungan perairan, bentuk logam antara lain berupa ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion kompleks. Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar, 2004). Selain itu, kenaikan suhu air laut dan penurunan pH akan mengurangi adsorpsi senyawa logam berat pada partikulat. Suhu air laut yang lebih dingin akan meningkatkan adsorpsi logam berat ke partikulat untuk mengendap di dasar laut. Sementara saat suhu air laut naik, senyawa logam berat akan melarut di air laut karena penurunan laju adsorpsi ke dalam partikulat. Logam yang memiliki kelarutan yang kecil akan ditemukan di permukaan air laut selanjutnya dengan perpindahan dan waktu tertentu akan mengendap hingga ke dasar laut, artinya logam tersebut hanya akan berada di dekat permukaan air laut dalam waktu yang sesaat saja untuk kemudian mengendap lagi. Hal ini ditentukan antara lain oleh massa jenis air laut, viskositas (kekentalan) air laut, temperatur air laut, arus serta faktor-faktor lainnya.
Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen, misalnya akibat kontaminasi bahan-bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn,Cu, Cd, Pb, Hg dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal, 1987). Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen (Wilson, 1988).
Kandungan logam berat pada sedimen umumnya rendah pada musim kemarau dan tinggi pada musim penghujan. Penyebab tingginya kadar logam berat dalam sedimen pada musim penghujan kemungkinan disebabkan oleh tingginya laju erosi pada permukaan tanah yang terbawa ke dalam badan sungai, sehingga sedimen dalam sungai yang diduga mengandung logam berat akan terbawa oleh arus sungai menuju muara dan pada akhirnya terjadi proses sedimentasi (Bryan, 1976).
Mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan dan juga perairan sekitarnya. Kekuatan ionik yang terdapat di air laut disebabkan adanya berbagai kandungan anion dan kation pada air laut, sehingga memungkinkan terjadinya proses koagulasi (penggumpalan) senyawa logam berat yang ada dan memungkinkan terjadinya proses sedimentasi (pengendapan). Jika kapasitas angkut sedimen cukup besar, maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Sesuai teori gravitasi, apabila partikulat memiliki massa jenis lebih besar dari massa jenis air laut maka partikulat akan mengendap di dasar laut atau terjadi proses sedimentasi.
Menurut Bernhard (1981) konsentrasi logam berat tertinggi terdapat dalam sedimen yang berupa lumpur, tanah liat, pasir berlumpur dan campuran dari ketiganya dibandingkan dengan yang berupa pasir murni. Hal ini sebagai akibat dari adanya gaya tarik elektro kimia partikel sedimen dengan partikel mineral, pengikatan oleh partikel organik dan pengikatan oleh sekresi lendir organisme.

Ø  Kandungan Logam Berat Dalam Tubuh Ikan
Darmono (2001) logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu: saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan logam diabsorpsi darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam berat dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas fisiologis (Connel dan Miller 1995)
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami tiga macam proses akumulasi yaitu fisik, kimia dan biologis. Buangan limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dengan toksisitas yang tinggi dan kemampuan biota untuk menimbun logam bahan pencemar mengakibatkan bahan pencemar langsung terakumulasi secara fisik dan kimia lalu mengendap di dasar laut. Melalui rantai makanan terjadi metabolisme bahan berbahaya secara biologis dan akhirnya akan mempengaruhi kesehatan manusia. Akumulasi melalui proses biologis inilah yang diesbut dengan bioakumulasi (Hutagalung, 1984). Bahan Pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme atau ikan melalui proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat pemejanan atau tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Absorpsi, distribusi dan ekskresi bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi membran. Proses transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara : transpor pasif (yaitu melalui proses difusi) dan transpor aktif (yaitu dengan sistem transpor khusus, dalam hal ini zat lazimnya terikat pada molekul pengemban). Bahan pencemar dapat masuk ke dalam tubuh ikan melalui tiga cara yaitu melalui rantai makanan, insang dan difusi permukaan kulit (Hutagalung, 1984). Beberapa efek yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh menurut Palar (2004) antara lain :
  1. Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh, apabila berada dalam jumlah yang cukup.
  2. Senyawa-senyawa merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang berbeda pula dalam daya racun yang dimilikinya, penyebarannya, akumulasi dan waktu retensinya di dalam tubuh.
  3. Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata linkungan dan atau dalam tubuh organisme hidup yang telah kemasukan merkuri disebabkan oleh perubahan bentuk atas senyawa-senyawa merkuri itu, dari satu tipe ke tipe lainnya.
  4. Pegaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri di dalam tubub adalah menghalangi kerja enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel. Keadaan itu disebabkan karena kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung belerang (sulfur) yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.
Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen.



Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat : Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pengurusan Hutan Mangrove dan Hutan Pantai.

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat : Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Perikanan.

kunjungi ke : http://www.bphn.go.id/ = Isi Pembahasan Peraturan

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.